Imkan Rukyat Prof Thomas adalah Scientific Blunder

Seorang wartawan Republika beberapa kali menelepon saya minta tanggapan saya atas statemen2 Prof. Thomas Djamaludin tentang penetapan awal bulan Ramadan 1434-H. Maka terjadilah silang pendapat antara saya dan Pak Thomas di sebual milis.

Berikut ini saya forward email jawaban saya pada Pak Thomas yang menyarikan kelemahan imkan-rukyat yang sangat mendasar sebagai kriteria saintifik. Semoga semakin memperjelas isu ini secara teknis.

Imkan-rukyat adalah scientific blunder. Bias, enggak masuk, akal, tidak adil, against common sense, dan karenanya tidak layak dijadikan sebagai kriteria ilmiah. Kesalahan terbesar dalam landasan berfikirnya adalah dalam memandang alam ini sebagai sesuatu yg diskrit. Analisisnya dilakukan pada setiap maghrib. Maghrib tanggal 8, maghrib tanggal 9, dst. Untung aja Rasul kemudian menyetop. Cukup maksimum 30 hari. Padahal alammerupakan fenomena analog yang kontinyu. Liat permukaan topografi, terus bersambung sambung. Enggak ada bagian yang hilang. Begitu juga pertumbuhan hilal. Dia terjadi secara kontinyu bersambung-2.

Persoalannya memang ketika kita mau menganalisis di komputer, komputer tidak dapat menerima data analog. Maka alam harus didiskritkan (digitized). Maka dalam dunia imaging, dibuatlah kamera yg digitalisasinya diekpresikan dalam ukuran pixelnya. Mendigitalisasi ini juga harus cerdas. Kalau topografi bumi digitized setiap 5 km, maka akan banyak informasi berupa selokan, anak sungai, bukit bahkan gunung yang hilang. Kalau data digital yang resolusinya cuma 5 km ini digunakan oleh seorang insinyur untuk merencanakan jembatan Selat Sunda, ya pasti ancur2 an. Jadi unt pekerjaan yang presisi, ya digitisasinya harus menyesuaikan, mungkin harus setiap 5 meter (bukan setiap 5 km).

Kalau dalam teknologi imaging, kalau kita menggunakan resolusi kamera yang rendah (misal cuma 1 megapixel) untuk memotret foto model ya pasti gambarnya ancur2 an karena banyak detil informasi yg hilang. Kalau pengen bagus, pakailah kamera dengan 10 megapixel, atau 20 megapixel Itu semua adalah logika umum. Bahkan dalam bidang apapun.

Itulah konsep imkan-rukyat yang mendigitized karakteristik hilal kok Cuma setiap 24 jam, ya pasti ancur2 an. Wujudul hilal cara mendigitized nya bebas, sesuai kebutuhan. Yang saya lakukan adalah setiap 3 jam seperti pada makalah yg dapat dilihat di Dengan cara ini, kita bisa memotret karakteristik hilal dengan jauh lebih baik. Kok Anda ngotot bahwa imkan-rukyat lebih saintifik? Imkan-rukyat adalah bias, enggak masuk akal, bertentangan dengan common sense, tidak adil. Dan karenanya harus dicampakkan sebagai kriteria ilmiah.

Analisis Ramadhan 1434 H

Pada maghrib 8 Juli 2013 yang akan datang, umat Islam akan mulai memasuki awal Ramadan 1434-H. Berarti pada subuh 9 Juli 2013, umat Islam telah diwajibkan berpuasa. Sayangnya, posisi hilal pada 8 Juli 2013 akan sangat rendah,hanya sekitar 0.7 derajat (referensi Jakarta), sehingga  seperti kebiasaan sebelumnya, kemungkinan pemerintah Indonesia akan menetapkan sehari lebih terlambat, berdasarkan kriteria imkan rukyat.

Analisis astronomis awal  Ramadan ini saya kemas dalam tiga file. Bahwa ketiga file tersebut  telah  saya  presentasika  di depan acara Sarasehan Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT), Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang mengundang saya pada 13 Juni yang lalu. Silahkan ikuti bahan2 analisis yang saya buat tersebut.

Pertama,  dapat didownload dari:

https://skydrive.live.com/?cid=69bb9406c840fccd&id=69BB9406C840FCCD!148

Dari semua analisis tersebut, semakin jelaslah bahwa kriteria imkan-rukyat sebetulnya bukan kriteria saintifik, karena bias, bertentangan dengan common sense, bahkan tidak adil. Kekeliruan ini timbul terutama karena memandang fenomena alam sebagai sesuatu yang
diskrit (descrete). Padahal alam bersifat analog yang continuous. Mudah – mudahan  pemerintah Indonesia segera menyadari kekeliruan ini.

Penulis : Prof. Tono Saksono