Empat Pilar Kebangsaan dalam Islam

  Oleh : M. Afnan Hadikusummo 
   [Anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ]

Telah menjadi sunatullah bahwa kita lahir dan
hidup di Negara Indonesia tercinta yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa, agama, bahasa, ras dan golongan, yang tentu saja bisa berimplikasi
positif maupun negative. Berimplikasi negative jika berbagai macam perbedaan di
atas dibesar-besarkan dan diantara anak bangsa tidak saling memahami situasai
dan kondisi atas perbedaan tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika diantara anak
bangsa ini  bisa menjalankan sikap saling
toleransi atas adanya perbedaan itu, maka perbedaan akan menjadi sebuah
kekuatan yang dahsyat.
Islam mengakui bahwa
perbedaan adalah suatu hal yang alami bagi manusia, dan setiap umat harus
beriteraksi dengan perbedaan sesuai kaidah, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.”
 (QS.
al-Hujuraat: 13) Allah Swt telah menciptakan manusia berbeda-beda bangsa,
budaya dan bahasanya, akan tetapi pada dasarnya mereka adalah “umatan
wahidatan” atau umat yang satu, maksudnya, perbedaan mereka tidak menghapuskan
kesatuan kemanusiannya.
Rasulullah Saw bersabda,
“barangsiapa yang menyakiti kaum dzimmi (orang yang berada dalam lindungan kaum
mukmin), maka ia telah meyakitiku.” Sementara jika pihak lain
berasal dari kaum kafir, maka, hubungan kita dengan mereka harus berdasarkan
kaidah “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Dalam setiap kondisi tersebut,
sesungguhnya hubungan kaum muslimin dengan pihak lain bisa dirangkum dalam
sebuah hadits Rasulullah Saw “Seorang muslim adalah orang yang membuat manusia
lain selamat dari tangan dan lisannya.”
Dalam konteks kesatuan
berbangsa inilah, maka para pendiri Negara ini sejak awal telah merumuskan
empat pilar kebangsaan agar Negara ini menjadi Negara yang kuat dan dapat
berdiri dengan tegak dan bisa bersaing dengan Negara lainnya, yakni :
Pancasila, UUDNRI, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Pancasila adalah landasan dan falsafah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari: (1) Ketuhanan Yang Maha
Esa, (2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4)
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan, (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sejarah mencatat
bahwa Pancasila yang tercantum dalam UUD 1945 tidak bisa dilepaskan dari dari
peran tokoh-tokoh Islam. Sidang pertama kali PPKI dilaksanakan pada tanggal 18
Agustus 1945 dengan pembahasan konstitusi Negara Indonesia yaitu, Presiden dan
Wakil Presiden Negara Indonesia beserta lembaga-lembaga yang dibentuk untuk
membantu tugas Presiden Indonesia. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan
beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian
masalah kalimat ”… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah
Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku
Moh. Hassan. Dan setelah melakukan pembahasan serta diskusi yang sangat panjang
serta melelahkan pada akhirnya para tokoh PPKI mendapatkan hasil dengan
menghilangkan kalimat tersebut dengan untuk tidak mengutamakan kepentingan
bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan, begitulah semangat
rasa nasionalisme dan jiwa besar yang ditunjukkan oleh para tokoh PPKI.
Ruh ke-Islam-an dapat dirasakan jika kita
mengkaji satu persatu sila dalam Pancasila tersebut. Sila pertama ‘Ketuhanan
Yang Maha Esa’ adalah pancaran Tauhid; sila kedua ‘Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab merupakan salah satu unsur utama dari ajaran ijtima’iyah (nilai-nilai
keadilan masyarakat) menurut ajaran Islam.; Persatuan merupakan satu sendi
ajaran Islam yakni “umatan wahidatan”; Kerakyatan dilukiskan
dengan kata musyawarah dalam al-Qur’an; sedangkan Keadilan Sosial menjadi
sasaran pembentukan masyarakat marhamah menurut ajaran Islam,
yang dipraktekkan dengan perasaan santun dan kasih sayang.
Sila pertama dalam Pancasila oleh para
pendiri negeri ini diposisikan sebagai jiwa dari seluruh sila-sila lainnya
dalam Pancasila. Sehingga apabila Pancasila dijadikan sebagai dasar Negara,
maka Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan
atau cita-cita hukum, sehingga boleh dikatakan sebagai suatu sumber nilai,
norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik
yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau Dalam
kedudukannya sebagai dasar Negara, sehingga Pancasila mempunyai kekuatan
mengikat secara hukum.
Sebagai sumber dari segala hukum atau
sebagai sumber tertib hukum Indonesia, maka setiap produk hukum harus bersumber
dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam
ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau
dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan
dari UUD1945, serta hukum positif lainnya.
Keanekaragaman di muka bumi
ini merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah SWT, dan itu semua sudah menjadi
ketetapannya, serta ada hikmahnya. Dan keanekaragaman itu sudah dijelaskan
dalam firmanNya surat al-Hujarat ayat 13 dan surat al-Baqarah ayat 213 sebagai
berikut :

 Artinya : Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujarat :
13)

Artinya :
Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu
melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara
mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan
Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus. (Al-Baqarah : 213)

Menyadari hal ini, maka para
pendiri negeri ini telah memikirkan bagaimana upaya agar mempersatukan
masyarakat Indonesia yang beraneka ragam melalui jargon “Bhineka Tunggal Ika”.
Bhineka Tunggal Ika mempunyai arti berbeda-beda tetapi tetap saju jua. Secara
mendalam bhineka tunggal ika memiliki makna walaupun indonesia sebagai negara
yang multikultural, dimana terdapat banyak suku, agama, ras , kesenian adat ,
bahasa dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yaitu sebangsa dan setanah
air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang,bahasa dan lain
sebagainya.
Berbangsa dan bernegara
menurut Al-Qur`an hanya sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, oleh
karena itu berbangsa dan bernegara harus diyakini merupakan salah satu ibadah
yang tidak kalah pentingnya dengan ibadah-ibadah yang lainnya, karena ini
kaitannya dengan bangsa, negara serta entitas pendukungnya yaitu warga negara.
Berbangsa dan bernegara
mempunyai berbagai unsur yang saling mendukung satu dengan yang lainnya, dari
sekian banyak unsuritu ada unsur yang harus kita perhatikan yaitu persatuan dan
kesatuan yang merupakan aspek penting dalam kesatuan konsep berbangsa dan
bernegara. Tidak dapat disangkal bahwa Al-Qur`an memerintahkan persatuan dan
kesatuan secara jelas, sejelas Allah menyatakan dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya
ayat 92 “Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu”. Dari persatuan dan
kesatuan itu, sikap memiliki atau nasionalisme akan rasa kebangsaan dan
kenegaraan kita akan terasah dan semakin tajam.
Jadi, jelas bahwa setiap
negara lahir dan berdiri sesungguhnya karena didasari oleh suatu cita-cita dan
tujuan yang ingin diraihnya dalam penyelenggaran bernegara bagi kehidupan
masyarakat. Cita-cita yang ingin diraih itu diwujudkan dalam bingkai kebangsaan
dan kenegaraan sebagai pijakan awal arah perjuangan.tanpa memiliki cita-cita
dan tujuan , maka kita akan kehilangan arah dalam merealisasikannya. Dan itu
semua hanya bisa tercapai apabila masyarakat dari bangsa tersebut dapat menjaga
persatuan dan kesatuan.
Namun terlepas dari itu
semua, ada hal yang lebih penting, yakni landasan, pola pikir dan pijakan yang
merupakan langkah awal sebelum melangkah lebih jauh ke arah tujuan dan
cita-cita harus benar-benar terbingkai dalam frame yang
jelas, dalam kaitan ini jelaslah bahwa bingkai keislaman melalui nilai-nilai
Al-Qur`an harus menjadi langkah awal dalam berbangsa dan bernegara, karena
sudah jelas bahwa Al-Qur`an dengan segala mukjizatnya merupakan solusi yang
aplikatif yang dapat menjawab permasalahan Bangsa Indonesia selama ini, sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-A`raaf ayat 52 yang artinya :
“Dan sesungguhnya kami
telah mendatangkan sebuah kitab (Al-Qur`an) kepada mereka yang kami telah
menjelaskannya atas dasar Pengetahuan kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman.”